PENDEKATAN TASAWUF DALAM STUDI ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.............................................................................1
B. Rumusan
Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan
.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Tasawuf........................................................................... 3
B. Sumber
Ajaran tasawuf.................................................................4
C. Karakteristik
Pendekatan Tasawuf dalam Kajian Islam..................6
D. Ragam Pendekatan
Tasawuf dan Pengaplikasiannya dalam Kehidupan Sehari-hari 7
E. Esensi
Tasawuf..............................................................................9
F. Tasawuf
Sosial .............................................................................10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
.........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Studi
islam dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam dengan cara memahami serta membahas secara mendalam dan
menyeluruh tentang seluk beluk agama Islam, baik secara tekstual maupun
kontekstual dalam rangka mengarahkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan
akhirat. Di antara aturan yang dirumuskan oleh Islam adalah tentang adab atau
sopan santun dan tata krama. Terkait dengan sopan santun dan tata krama ini,
kemudian para tokoh muslim menyebutnya dengan istilah akhlak atau tasawuf.
Tasawuf
bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dengan Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia
sedang berada dihadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi
dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia
perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk
Ijtihad (bersatu) dengan Tuhan.
Lahirnya
tasawuf sebagai salah satu pendekatan dalam ajaran islam, diawali dari
ketidakpuasan terhadap praktek ajaran islam yang cenderung formalisme dan
legalisme.[1]
Selain itu, tasawuf juga sebagai kritik terhadap ketimpangan sosial, moral dan
ekonomi yang dilakukan oleh umat islam, khususnya kalangan penguasa pada masa
kekhalifahan setelah khulafaurrasyidin.
Melalui
pendekatan tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan
pembersihan diri serta mengamalkannya dengan benar.
Dan
pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai
mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat
melakukan berbagai aktifitas dunia yang menunntut kejujuran, keikhlasan,
tanggung jawab, kepercayaan, dan sebagainya. Dari suasana yang demikian itu,
tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil
bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan
kesempatan, penindasan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
definisi tasawuf?
2. Bagaimana
sumber ajaran tasawuf?
3. Bagaimana
Pendekatan utama dalam kajian tasawuf?
4. Bagaimana
karakteristik pendekatan tasawuf dalam kajian islam?
5. Bagaimana
ragam pendekatan tasawuf dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari?
6. Bagaimana
esensi tasawuf?
C.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Dari rumusan masalah yang telah
diuraikan, tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui tentang definisi tasawuf
2. Untuk
mengetahui sumber ajaran tasawuf
3. Untuk
mengetahui pendekatan utama ajaran tasawuf
4. Untuk
mengetahui karakteristik pendekatan tasawuf dalam kajian Islam
5. Untuk
mengetahui esensi tasawuf
6. Serta
untuk memperoleh nilai tugas mata kuliah yang diberikan dosen pembimbing mata
kuliah metodologi studi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
TASAWUF
Menurut kamus Bahasa
Indonesia kata tasawuf di ambil dari kata Safa’
yang berati bersih dan dinamakan sufi
karena hatinya tulus dan bersih kepada sang maha pencipta.2
Tasawuf dalam pengertian umum
berarti kecenderungan mistisme universal yang ada sejak dahulu kala, berasaskan
sikap zuhud terhadap keduniaan (askatisme),
dan bertujuan membangun hubungan (ittishal)
dengan al-mala’ al-a’la yang
merupakan sumber kebaikan, emanasi, dan ilumunasi.
Jika menelah kitab-kitab
tasawuf “baik klasik maupun modern”
tampaknya upaya pendefinisian tasawuf secara jami’-mani’ memang sangat sulit, sebab pegiat tasawuf (kaum sufi)
merupakan empu-empu dzauq dan perasaan sehingga definisi merekapun
bermacam-macam sesuai dengan perilaku dan status spiritual yang dominan
terhadap diri mereka.[3]
Devinisi Tasawuf menurut tokoh sufi
sesuai dangan ahwal yang
mendominasinya. Satu orang sufi bahkan diriwayatkan memiliki lebih dari satu
definisi. Ia mengatakan :
“Sejumlah orang telah menjawab
pertanyaan: apa itu tasawuf? Dengan jawaban beragam. Ibrahim bin al-Muwallid
ar-Raqqi, misalnya, mengajukan lebih dari seratus jawaban. Seorang syaikh sufi
memilki tiga jawaban katagori: Pertama, jawaban dengan syarat ilmu, yaitu
membersihkan hati dari noda-noda dan mendayagunakan khalq bersama khaliqah, serta
mengikuti rasulullah dalam syariat. Kedua, jawaban dengan lisan al-haqiqah
yaitu ‘adam al-imlak
(berpantang menumpuk kekayaan), keluar dari perbudakan sifat-sifat, dan
mencukupkan diri dengan sang pencipta langit. Ketiga, dengan jawaban dengan
lisan al-haqq, yakni dialah yang
memilih mereka berkat kemurnian diri mereka dari sifat-sifat mereka, sehingga
mereka kemudian disebut sufi”.
Abu Bakar asy-Syibli pernah ditanya
mengenai siapa itu sufi, ia menjawab : “(sufi adalah) orang yang memurnikan
hatinya hingga benar-benar murni, mengikuti jejak Rasulullah saw, mengacuhkan
keduniaan, dan menundukkan hawa nafsu.” Dengan bahasa lain, Tasawuf adalah
pemurnian hati atau pengosongannya dar selain Allah. Kemurnian hati dapat
diraih melalui proses musyahadat, berpegangan
teguh pada sunnah dalam segala kondisi, zuhud terhadap keduniaan, dan
menundukkan nafsu diri dari kecenderungan menuruti syahwat-syahwat (kesenangan)
yang bertentangan dengan syara’.4
Dari definisi-definisi di atas, bisa
ditarik satu benang merah sebagai kesimpulan definisi dari tasawuf dalam islam
yaitu ikatan spiritual transendental yang mempertautkan seorang sufi dengan
sang khaliq, yang terwujud dalam peningkatan ibadah dan ketaatan terhadap-Nya
serta teraktualisasi dalam perlaku kehidupannya melalui akhlaq mulia.5
B.
SUMBER
AJARAN TASAWUF
Ajaran
tasawuf pada dasarnya berkosentrasi pada kehidupan ruhaniyah, mendekatkan diri
kepada Tuhan melalui berbagai kegiatan kerohanian seperti pembersihan hati,
dzikir, ibadah lainnya serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf juga
mempunyai identitas sendiri di mana orang-orang yang menekuninya tidak menaruh
perhatian yang besar pada kehidupan dunia bahkan memutuskan hubungan dengannya.
Di samping itu, tasawuf didominasi oleh ajaran-ajaran seperti khauf dan raja’, al-taubah, al-zuhd,
al-tawakkul, al- syukr, al-shabr, al-ridha dan lainnya yang tujuan akhirnya
fana atau hilang identitas diri dalam kekekalan (baqa) Tuhan dalam mencapai ma’rifah.
Jika mencermati Al-Qur’an maka
terlihat bahwa kitab suci ini menyerukan sikap zuhud terhadap keduniaan dan
memperingatkan ketenggelaman dalam berbagai kenikmatan hidup. Salah satu ayat
yang jelas dalalah-nya dan kuat dalam mengafirmasi hal ini adalah gambaran
Allah mengenai dunia sebagai sesuatu yang cepat berubah dan sirna.6
Allah berfirman:
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan
para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid (57):
20)
Di dalam Al-Qur’an ditemukan
perintah beribadah dan berdzikir, diantaranya firman Allah SWT: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manudia
melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku.” (QS. Adz-Dzariyat (51): 56)
Jika mencermati kehidupan
Rasulullah SAW, tergambar jelas pula bahwa beliau banyak mendekatkan diri
kepada Allah dengan ibadah ekstra, dan ini menjadi sumber inspirasi bagi kaum
zuhud generasi awal, kemudian kaum sufi sepeninggal mereka dalam menjalankan
pola ibadah serupa.
Diriwayatkan dari Aisyah ra.,
bahwasana Rasulullah SAW melaksanakan shalat malam hingga kaki beliau
bengkak-bengkak. Saya berkata kepadanya:”Wahai Rasulullah mengapa anda masih
berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu
dan yang akan datang bagimu?” Nabi SAW, lalu menjawab:”Salahkah aku jika ingin
menjadi seorang hamba yang selalu bersyukur”.7
Ayat –ayat dan hadits-hadits yang
dikutip di atas hanya sebahagian dari ayat-ayat dan hadis-hadis yang
mengemukakan hal-hal kehidupan ruhaniyah yang ditemukan dalam tasawuf.
Kehidupan yang didominasi oleh takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada
Tuhan, bersyukur dan ridha serta dekat dengan Allah. Kehidupan seperti inilah
yang dicontohkan oleh Rasulullah sendiri serta para sahabat-sahabatnya.
C. PENDEKATAN UTAMA DALAM KAJIAN TASAWUF
Menurut Charles J Adams diantara banyak bidang kajian dalam
studi Islam, tasawuf merupakan bidang yang menarik minat pada tahun belakangan.
Studi tradisi Islam tidak dapat dilepaskan dari studi tentang mistis yang
mungkin juga merupakan aspek yang muncul pada masa awal Islam bahkan pada masa
kenabian. Adams menunjukkan beberapa sarjana yang tertarik mengkaji tasawuf,
antara lain Annemarie Schimmel, dengan bukunya Mystical Dimensions of Islam.
Hal terpenting dari pendapat Adam adalah untuk menstudi tasawuf dapat didekati
dengan pendekatan fenonemologi.
Pendekatan fenonemologi adalah
pendekatan yang lebih memperhatikan pada pengalaman subjektif, individu karena
itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap dirinya
dan dunianya. Konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang
menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku
seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
Sedangkan menurut Harun Nasution,
kajian tasawuf dapat dilakukan dengan pendekatan tematik yaitu penyajian ajaran
tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan, zuhud, dan
station-station lain, mahabbah, al-ma’rifah, al fana dan al-baqa, al- ittihad,
al-hulul dan wahdatul wujud. Pada setiap topik tersebut selain dijelaskan
tentang isi ajaran dari setiap topik tersebut dengan data-data yang didasari
pada literatur kepustakaan, juga dilengkapi dengan tokoh yang
memperkenalkannya.
Kajian tasawuf yang dilakukan
dengan pendekatan tematik akan terasa lebih menarik karena langsung menuju
kepada persoalan tasawuf di bandingkan dengan pendekatan yang bersifat tokoh.
Kajian tersebut sepenuhnya bersifat deskriptif eksploratif, yakni menggambarkan
ajaran sebagaimana adanya dengan mengemukakannya sedemikian rupa, walaupun hanya
dalam garis besar saja.
D.
KARAKTERISTIK
PENDEKATAN TASAWUF DALAM KAJIAN ISLAM
Dalam
pendekatan tasawuf sendiri mempunyai prinsip atau tujuan, yaitu :
1. Mensucikan
hati dari perbuatan yang tercela
2. Memegang
teguh syara’
3. Besikap
zuhud terhadap urusan keduniaan
4. Membebaskan
diri dari belunggu syahwat
5. Menapak
dan naik ke jenjang maqamat dan ahwal, hingga mencapai fana’ dari segala
sesuatu selain Allah swt.
6. Memperoleh
makrifat sempurna dari Allah melalui jalan khasyf atau lham.
Karakteristik
dalam pendekatan tasawuf setidaknya dapat dilihat dari tiga pokok ajaran
tasawuf yang dikembangkan dalam kajian ilmu keislaman, yaitu:
a.
Tasawuf Akhlaqi Dalam pandangan kaum
sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya, daripada manusia mengendalikan
hawa nafsunya. Keinginan untuk menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di
dunia sangatlah besar. Cara hidup seperti ini menurut Al-Ghazali, akan
membawa manusia ke jurang kehancuran moral. Dalam hal ini rehabilitas kondisi
mental yang tidak baik adalah bila terapinya hanya di dasarkan pada aspek
lahiriah saja. Itu sebabnya pada tahap awal kehidupan tasawuf diharuskan
melakukan amalan-amalan atau latihan-latihan rohani yang cukup, tujuannya tidak
lain adalah untuk membersihkan jiwa dari nafsu yang tidak baik untuk menuju
kehadirat Illahi (Asmaran, 2002: 67).
b.
Tasawuf Amali Pada dasarnya tasawuf
amali adalah kelanjutan dari tasawuf akhlaki, karena seseorang tidak dapat
hidup disisi-Nya dengan hanya mengandalkan amalan yang dikerjakan sebelum ia
membersihkan dirinya. Jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk bisa
kembali kepada Tuhan, karena Dia adalah Maha Bersih dan Maha Suci dan hanya
menginginkan atau menerima orang-orang yang bersih. Dengan demikian, manusia
diharapkan mampu mengisi hatinya (setelah dibersihkan dari sifat-sifat tercela)
dengan cara memahami dan mengamalkan sifat-sifat terpuji melalui aspek lahir
dan batin, yang mana kedua aspek tersebut dalam agama dibagi menjadi 4
(empat) bagian: Pertama, syari’at, adalah undang-undang atau garis-garis
yang telah ditentukan yang termasuk di dalamnya hukum-hukum halal dan haram,
yang diperintah dan yang dilarang, yang sunnah, makruh, mubah, dan lain
sebagaonya. Dengan kata lain ini merupakan peraturan. Kedua, thariqat, adalah
tata cara dalam melaksanakan syari’at yang telah digariskan dalam agama dan
dilakukan hanya karena penghambaan diri kepada Allah. Dengan kata lain ini
merupakan pelaksanaan Ketiga, hakekat, adalah
aspek lain dari syari’ah yang bersifat lahiriyah, yaitu aspek bathiniyah. Dapat
juga diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dalam dari segala amal
atau inti syari’ah. Dengan kata lain ini merupakan keadaan yang sebenarnya
atau kebenaran sejati. Keempat, ma’rifat, adalah pengetahuan mengenai Tuhan
melalui hati (qalb). Dengan kata lain ini merupakan pengenalan Tuhan dari
dekat. (Asmaran, 2002: 95-104) Sedangkan untuk berada dekat pada Allah SWT,
seorang sufi harus menempuh jalan panjang yang berisi station-station yang
disebut dengan maqamat. Beberapa urutan maqamat yang disebutkan oleh Harun
Nasution adalah; taubat, zuhud, sabar, tawakal, dan rida’. Di atas maqamat ini
ada lagi; mahabbah, ma’rifat, fana’ baqa’, serta ittihad. (Asmaran, 2002:
109)
Selain istilah maqamat, ada juga istilah ahwal yang
merupakan kondisi mental. Dalam hal ini ada beberapa tingkah yang sudah mashur,
yaitu; khauf, raja’, syauq, uns, dan yaqin. (Asmaran, 2002: 140-149)
c.
Tasawuf Falsafi Adalah tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dengan visi rasional. Hal ini
berbeda dengan tasawuf akhlaki dan amali, yang masih berada pada ruang lingkup
tasawuf suni seperti tasawufnya al-Ghazali, tasawuf ini menggunakan terminologi
falsafi dalam pengungkapan ajarannya. Ciri umum tasawuf falsafi adalah
kesamaran-kesamaran ajarannya yang diakibatkan banyaknya ungkapan dan
peristilahan khusus yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami ajaran
tasawuf jenis ini. Kemudian tasawuf ini tidak dapat dipandang sebagai filsafat,
karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq). Beberapa paham tipe
ini antara lain adalah; fana’ dan baqa’,
ittihad, hulul, wahdah al-wujud, dan isyraq. (Asmaran, 2002: 153-177)
E. ESENSI TASAWUF
Pada
hakikatnya tasawuf membersihkan hati dari sifat-sifat yang tercela. Oleh karena
itu yang menjadi sasaran tasawuf adalah hati, jiwa, rohani, atau batin yang
menjadi sumber segala sikap dan tingkah laku manusia untuk menuju kebersihan
hati agar memperoleh keridhaan Tuhan.8
Tasawuf
meliputi dua macam bentuk, yaitu: tasaawuf ‘ammah (yang umum) dan tasawuf
khashshah (yang khusus). Yang pertama berupa semua bentuk kegiatan dalam usaha
peningkatan moral dan akhlak, yaitu meliputi segala perbuatan baik yang
dilakukan dengan istiqamah. Yang kedua berupa semua kegiatan tata wirid yang
dipraktekan secara istiqamah, yang diterima dari guru-guru tertentu yang
berkesinambungan secara berangkai (bersanad
muttasil) sampai kepada rasulullah saw.9
Menurut
prof. Dr. Simuh, pada dasarnya terdapat dua pandangan yang berbeda, yaitu
pertama, memandang esensi tasawuf padamajaran zuhud, yaitu ajaran untuk
bertekun dalam beribadah serta membelakangi kemewahan dan perhiasan duniawi.
Kedua, memandang esensi tasawuf pada upaya untuk memperoleh penghayatan fana’ dan ma’rifat secara langsung
terhadap dzat Tuhan, yakni mencapai penghayatan face to face atau bahkan bersatu dengan Tuhan di dalam suasana extasy fana’ dan ma’rifat).10
Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa esensi tasawuf terletak pada pengejawantahan
al-insan, zuhud dan penghayatan fana’ dan
ma’rifat.
F. TASAWUF SOSIAL
Telaah
metodologis ini membawa kita pada visi baru tentang tasawuf sebagai produk
sejarah masa lalu yang bermakna ganda. Pertama adalah pengembalian pada bentuk
keberagamaan masa Rosul Allah namun dengan tetap menerima peranan tasawuf dalam
mendekati Tuhan. Makna yang kedua adalah mengembangkan potensi tasawuf untuk
menawarkan pemecahan praktis masalah kemanusiaan di dalam diri. Persoalan yang
mendasari adalah pertanyaan apakah realitasnya itu tunggal ataukah ganda. Jika
ganda maka pertanyaan berikutnya adalah apakah semua memiliki logika yang sama
ataukah justru memiliki logika realitasnya sendiri. Imam Al-Ghazali, misalnya
dalam al-Munkidz min al-Dhallal telah
menemukan keberagamaan logika realitas untuk indra, rasio, imam ma`shum dan
logika tasawuf dan logika intuitif dalam tasawuf. Jika alur analisis ini benar
maka shathahat yang diucapkan oleh
kaum sufi perlu dipahami dalam realitasnya sendiri, dan tidak perlu diukur
dengan logika lain sehingga menimbulkan keberatan. 11
Akan
tetapi jika pengalaman intuitif kaum
sufi diakui memiliki realitasnya sendiri akan menimbulkan ciri lain bagi
keberagamaannya. Artinya, pengalaman
sufi adalah proses untuk mengalami atau menghayati keberadaaan Tuhan. Mengalami
keberadaan artinya, seseorang berupaya untuk memperoleh pengalaman disekitar
diri Tuhan atau bahkan “diri” Tuhan itu sendiri, karena pengalaman ini baru
akan tercapai setelah melewati serangkaian maqamat maka terbukalah peluang baginya untuk
menerima anugerah dari Tuhan dalam bentuk ketenangan, kedamaian, perlindungan
dan bahkan ahwal-ahwal lainnya yang
kesemuanya dapat dipadatkan menjadi kebahagiaan tertinggi yang dapat diperoleh
manusia didunia. Produk tasawuf sejenis ini pula yang diperlukan oleh orang
modern dan produk jenis ini pula yang diburu oleh mutawasiqin diabad lalu
sehingga menumbuhkan perkumpulan tarekat. Meskipun dengan konsekuensi munculnya
kecenderungan mengutamakan kesalahan individual. Arah perkembangan ini masih
dapat dimaklumi karena konteks kehidupan umat Islam pada waktu itu memiliki
dominasi sosial, politik, dan ekonomi. 12
Akan
tetapi, cangkupan keberagamaan dalam Islam tidak terbatas pada mengalami
keberadaan Tuhan semata, melainkan mencangkup keseluruh bidang kehidupan
manusia. Bidang-bidang pengalaman keberagamaan di luar keberadaan Tuhan adalah
lingkup kegiatan manusia seperti yang harus disikapi sesuai dengan petunjuk dan
perintah-Nya. Oleh karena itu, dalam bidang kehidupan ini setiap orang beriman
justru berpeluang untuk mengalami dan menghayati pelaksanaan perintah petunjuk
yang telah diturunkan melalui para Rosul Allah. Dengan demikian mengalami
keberadaan Tuhan dan mengalami pelaksanaan perintah-Nya merupakan kesatuan
tunggal dalam keberagamaan Islam.
Makna
selanjutnya adalah mengembangkan potensi tasawuf untuk menawarkan pemecahan
praktis masalah kemanusiaaan di dudukan sebagai proses peningkatan kualitas
keberagamaan atau meminjam rumusan Abu al-Nafa menunjuk pada filsafat dan cara
hidup untuk memperoleh keutamaan moral, irfan sufi, dan kebahagiaan spiritual.
Unsur
dasar yang menjadi perhatian utama visi ini adalah sifat kehidupan manusia yang
senantiasa berubah. Artinya, konteks kehidupan tasawuf diabad lalu berbeda
dengan masa kini. Herbert Blumer sudah dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat
manusia adalah realitas yang senantiasa berubah dan mencair, oleh karena itu
perubahan masa kini harus disikapi dengan pola yang baru. Tasawuf yang
dipraktikkan masa kini harus dengan memperhatikan bahwa masalah kemanusiaan
dalam kehidupan sosial merupakan bagian dari keberagamaan para sufi. Tujuan
yang dapat dicapai tetap sama yaitu ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan
intuitif tetapi kemudian dilebarkan bukan hanya untuk individu melainkan juga
dalam bentuk kesalehan sosial.13
Puncak
pengalaman intuitif yang diburu oleh para sufi dan perkumpulan tarekat, harus
tetap dalam kesadaran bahwa pengalaman fana` dan baqa` yang menjadi peluangnya
tidak berlangsung selamanya melainkan temporer. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadzi
dalam kitabnya al-Ta`ruf li Madzhab Ahl al-Tasawuf menyatakan demikian dengan
hujjah bahwa memahaminya berlangsung kontinyu akan mematikan fungsi tubuh untuk
melakukan kewajiban agama. Lebih dari itu puncak pengalaman yang diburu itu
adalah ahwal yang diperoleh sufi bukan atas dasar karyanya melainkan
semata-mata anugerah dari Allah SWT. Makna yang dapat diperoleh dari kajian ini
adalah alternatif pengembangan tasawuf untuk menghayati keberadaan Tuhan menuju
pada pengalaman perintah-Nya dalam pola tasawuf sosial.
Dalam
tasawuf sosial ini diterapkan sistem mursyid
dan murid masih diterapkan atas dasar kenyataan bahwa murid tidak mungkin
berhasil dalam perjalanan spiritualnya. Perjalanan ini pada dasarnya adalah
rangkaian kegiatan fisik mental yang sulit dan lazim disebut mujahadah. Manfaat darilatihan ini
adalah pengembangan kualitas keberagamaan untuk menaikan peringkat muqamat masing-masing murid. Agar
perjalanan ini efektif, mereka dapat memanfaatkan paradigma Ilmu Islam Terapan
dan tidak perlu terjebak dalam paradigma normatif yang gersang dari semangat
dan jiwa tasawuf. Tahap-tahap perjalanan spiritual masih sejalan dengan tasawuf
pada umumnya, dengan perbedaan pokok pada penyikapan terhadap kesadaran
yang mengikuti pengalaman tersebut. Tahap perjalanan sufi pada fana` dan baqa` tidak selamanya harus berakhir pada penghayatan “diri” Tuhan
Syihab al-Din Suhrawardi al-Maqtul mengemukakan teori yang sangat menarik.
Menurut pendapatnya fana` adalah
tahap pengalaman sufi ketika Tuhan menguasai dan meliputinya sehingga kesadaran
diri yang terbatas itu lebur dalam diri keberadaan-Nya. Akan tetapi dalam
pengalaman ini sufi masih memiliki kesadaran akan kedudukannya dihadapan Tuhan
dan dunia sekitarnya. Pemenuhan kewajiban kepada Tuhan tidak melupakan
kewajibannya terhadap dunia. 14
Profil
pengamal tasawuf sosial ini tidak semata-mata berakhir pada kesalehan
individual melainkan berupaya untuk membangun kesalehan sosial bagi masyarakat
disekitarnya. Mereka tidak hanya bermaksud memburu surga bagi dirinya sendiri
dalam keterasingan, melainkan justru membangun surga untuk orang banyak dalam
kehidupan sosial. Oleh karena itu, perkumpulan-perkumpulan sufi ini masih
diperlukan untuk memperoleh bimbingan dari mursyid dan mengikuti latihan
sehingga perkembangan dan perjalanan panjang si salik ini adalah rahmatan
lil-alamin seperti dikemukakan sendiri oleh Allah SWT. Sebagai tujuan
risalah dalam surah al-Anbiya ayat 107.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada
dasarmya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara sufi
(manusia) dengan Allah, dan berkosentrasi pada kehidupan ruhaniyah, mendekatkan
diri kepada Tuhan melalui berbagai kegiatan kerohanian seperti pembersihan hati
dan dzikir.
Tasawuf
juga mempunyai identitas sendiri di mana orang-orang yang menekuninya tidak
menaruh perhatian yang besar pada kehidupan dunia bahkan memutuskan hubungan
dengannya. Di samping itu, tasawuf didominasi oleh ajaran-ajaran seperti khauf dan raja’, al-taubah, al-zuhd,
al-tawakkul, al- syukr, al-shabr, al-ridha dan lainnya yang tujuan akhirnya
fana atau hilang identitas diri dalam kekekalan (baqa) Tuhan dalam mencapai ma’rifah.
Beberapa
konsep yang ada di dalam tasawuf seperti taubah, al-zuhd, al-tawakal, al-syukr
dan lainnya dirujuk kepada Al-Qur’an, maka jelaslah bahwa Al-Qur’an adalah
sumber utamanya walaupun dalam perkembangannya mungkin dipengaruhi oleh
pengaruh-pengaruh asing.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. H.M. Amin Syukur, MA, (2004),Tasawuf
Sosial,Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Abuddin,Nata,
(1998), Metodologi Studi Islam, Jakarta:
Rajawali Press
DR.
Muhammad Fauqi Hajjaj, (2013),Tasawuf
Islam & Akhlaq, Jakarta: Amzah
Prof.
Dr. HM. Amin Syukur, MA, DR. Abdul Muhayya, MA, (2001),Tasawuf dan Krisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Prof.
Dr. H. Abuddin Nata, M.A, (2006), Akhlak
Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
[1] Prof.
Dr. H.M. Amin Syukur, MA, Tasawuf Sosial,
hlm. 13.
2Abuddin
Nata, Ilmu kalam, Filsafat, dan Tasawuf,
hlm. 151
[3]Muhammad
Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlaq,
hlm. 3-4
7H.R Bukhari dan Muslim
8Prof.
Dr. HM. Amin Syukur, MA., DR. Abdul Muhayya, MA, Tasawuf dan Krisis, hlm. 170.
Okay then...
BalasHapusWhat I'm going to tell you may sound kind of creepy, maybe even a little "out there..."
BUT what if you could just press "Play" and listen to a short, "miracle tone"...
And INSTANTLY attract MORE MONEY to your LIFE???
I'm talking about thousands... even MILLIONS of DOLLARS!!
Think it's too EASY??? Think it couldn't possibly be REAL???
Well then, I'll be the one to tell you the news...
Many times the greatest blessings in life are the EASIEST!!
Honestly, I'm going to provide you with PROOF by allowing you to PLAY a REAL "miracle abundance tone" I've synthesized...
(And COMPLETELY RISK FREE).
You just hit "Play" and watch as your abundance angels fly into your life... starting so fast, you will be surprised...
TAP here now to PLAY this magical "Miracle Money Tone" - it's my gift to you!!
masya allah trimakasih kak
BalasHapus