POLA PENALARAN DAN PENGEMBANGAN PARAGRAF
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sebagai warga negara Indonesia kita mesti
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dalam hal ini kita sebagai
warga Indonesia harus memahami bagaimana cara menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Adapaun cara untuk memahami bahasa Indonesia yang baik dan
benar, seseorang mesti melalui suatu proses pembelajaran.
Permasalahan yang sering kali dijumpai dalam berkomunikasi melalui bahasa, adalah bagaimana cara mengembangkan suatu topik atau kalimat dalam
bentuk panjang (paragraf) dalam percakapan sehari.
Mengembangkan sebuah gagasan pokok atau pikiran
utama menjadi suatu paragraf yang terpadu bukan sesuatu yang mudah. Penulis
yang masih dalam taraf belajar (tahap pemula) sering menemui kesulitan dalam
memelihara kesatuan dari sebuah paragraf. Hingga saat ini mengembangkan
paragraf yang memiliki kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan masih merupakan
sebuah kesulitan. Maka dari itu, perlu untuk
kita ketahui bersama bahwa bagaimana cara atau teknik dalam mengembangkan suatu
paragraf.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian paragraf?
2. Apa yang dimaksud dengan pengembangan paragraf?
3. Apa
saja pola pengembangan paragraf?
4. Bagaimana
teknik pemaparan paragraf?
5. Apa saja metode pengembangan
paragraf?
C.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Dari
rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui tentang.
2. Untuk
mengetahui tentang
3. Untuk
mengetahui tentang
4. Untuk
mengetahui tentang
5. Untuk
mengetahui tentang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paragraf
Pengertian
Paragraf merupakan Bagian karangan atau tulisan yang membentuk satu kesatuan pikiran
/ ide /gagasan. Setiap paragraf dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok
harus dikemas dalam sebuah kalimat,
yakni
kalimat topik atau kalimat utama. Dari kalimat topik ataau kalimat utama itulah
kalimat-kalimat penjelas dituliskan. Banyak sedikitnya kalimat tidak menjadi
penentu lengkap tidaknya, tuntas tidaknya paragraf yang disusun.
Berkenaan
dengan paragraf, Margaret J.Miller (dalam Rosihan Anwar,2004) mengatakan :
“Sebagaimana halnya suatu kalimat harus memiliki kesatuan pikiran (unity of thought), begitu juga paragraf
harus mempunyai kesatuan topik (unity of
topic). Kalimat-kalimat dalam paragraf harus menyusul satu sama lain dengan
urutan yang logis gagasan dalam setiap kalimat harus timbul secara wajar dari
pikiran yang telah diisyaratkan oleh kalimat-kalimat yang muncul sebelumnya”.[1]
Selanjutnya
Miller mengatakan: “Paragraf itu harus mempunyai kesatuan perlakuan dan
kesatuan suasana. Gaya atau ‘style’ penulisan
yang diterapkan mulai dari awal paragraf hingga akhiir paragraf, hendaknya
tetap sama. Keseluruhan kalimat dalam paragraf harus dikendalikan oleh satu ide
pokok yang dikemas dlam kalimat efektif. Kalimat yang berisi ide pokok paragraf
itulah yang disebut topic sentence.
Frank
Chaplen (dalam Rosihan Anwar,2004) mengatakan bahwa paragraf yang baik ialah
paragraf yang memungkinkan pembaca memahami kesatuan informasi yang terkandung
di dalamnya. Paragrf juga dapat dikatakan baik apabil gagasan pokok (controlling idea) yang mengendalikan
paragraf itu sudah sepenuhnya dikembngkan dan tuntas diuraikan. Jadi paragraf
yang baik itu tidak boleh menyisakan serpihan gagasan yang terkandung di dalam
ide pokok paragraf itu. Misalnya saja kalau ide pokoknya ialah tentang ‘tiga
sebab kemiskinan’ paragraf itu harus tuntas mengurikan tentng ketiga sebab itu.
Kalau hanya satu sebab atau du sebab yang dijabarkan, paragraf demikian itu
jelas bukan paragraf yang baik.
[2]
B. Pengembangan Paragraf
Pola
pengembangan paragraf
1.
Pola runtutan
ruang dan waktu
Pola ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu
kejadian/peristiwa atau cara membuat sesuatu, selangkah demi selangkah di
gambarkan menurut perturutan ruang dan waktu.
2.
Pola
sebab-akibat
Pola ini biasanya di gunakan didalam karangan-karangan
ilmiah untuk mengemukakan alas an tertentu berikut justifikasinya, menerangkan
alasan terjadinya sesuatu, menjelaskan suatu proses yanag berpautandengan sebab
dan akibat dari terjadinya hal-hal tertentu.
3.
Pola sususnan
pembanding
Pola pembanding ini digunakan untuk memperbandingkan
dua hal atau dua perkara bahakan bias juga lebih, yang disatu sisi memiliki
kesamaan sedangkan pada sisi yang lain mengandung perbedaan.
4.
Pola susunan
ibarat
Pola ini digunakan untuk menjelaskan sesuatu hal yang
memiliki keserupaan atau kemiripan dengan hal tertentu. Didalam jenis paragraf
ini orang sering menggunakan bentuk-bentuk peribaratan, personifikasi,
metafora, dan lain-lain.[3]
5.
Pola susunan
daftar
Pola ini lazimnya digunakan dalam karya-karya ilmiah dan
keteknikan yang sering kali harus menegemukakan informasi dalam bentuk-bentuk
dafrat, table, grafik, dan semacamnya.
6.
Pola susunan
contoh
Dalam susunan paragraf ini, kalimat rinciannya lazim
menggunakan contoh-contoh tentang apa yang dimaksudkan dalam kalimat topik atau
kalimat utama. Pola susunan contoh juga banyak sekali ditemukan didalam
tulisan-tulisan ilmiah.
7.
Pola sususnan
bergambar
Gambar atau ilustrasi tertentu di maksudkan untuk
memperjelas apa yang telah atau yang akan dituliskan didalam sebuah paragraf.
Pola susunan bergambar juga sangat lazim ditemukan dalam karya-karya ilmiah.[4]
C.
Bagaimana
teknik pemaparan paragraf
Paragraf menurut teknik
pemaparannya dapat dibagi dalam empat macam, yaitu deskriptif, ekspositoris,
argumenttif, dan naratif.
a. Paragraf
Deskriptif
Paragraf
ini juga disebut paragraf melukiskan (lukisan). Paragraf ini melukiskan apa
yang terlihat di depan mata. Jadi, paragraf ini bersifat tata ruang atau tata
letak. Pembicaraannya dapat berurutan dari atas kebawah atau dari kiri ke kanan.
Dengan kata lain, deskriptif berkaitan dengan segala sesuatu yang ditangkap
atau diserap oleh pancaindera. Misalnya, deskripsi mengenai ruangan kuliah ini,
perpustakaan, dan sebagainya. Contoh paragraf deskriptif.
b. Paragraf
Ekspositoris
Paragraf
ini disebut juga paragraf paparan. Paragraf ini menampilkan suatu objek.
Peninjauannya tertuju pada satu unsur saja. Penyampaiannya dapat menggunakan
perkembangan analisis kronologi maupun analisis keruangan. Contoh paragraf
Ekspositoris.[5]
c. Paragraf
Argumentatif
Paragraf
ini disebut juga paragraf persuasif. Paragraf ini lebih bersifat membujuk atau
meyakinkan pembaca tentang arti penting dari objek tertentu yang dijelaskan
dalam paragraf itu. Untuk kepentingan propaganda, demonstrasi, promosi,
negoisasi, dan lain sebagainya, paragraf argumentatif ini banyak digunakan.
Misalnya, anjuran memakai kosmetik tertentu, alat tertentu, kendaraan tertentu,
daan lain-lain. Biasanya paragraf ini menggunakan perkembangan analisis.
d. Paragraf
Naratif
Paragraf
naratif berkaitan sangat erat dengan penceritaan atau pendongengan dari
sesuatu. Paragraf naratif banyak ditemukan dalam cerita-cerita pendek, novel,
hikayat, dan lain-lain. Tujuan yang lebih utama adalah untuk menghibur para
pembaca, kadangkala bahkan membawa para pembaca berpetualang bersama, membawa
mereka terbang ke awang-awang, karena demikian terpesona dengan apa yang
dinarasikan itu.[6]
D. Metode Pengembangan Paragraf
Paragraf
harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau pengarang dengan
variatif. Sebuah karangan ilmiah bisa mengambil salah satu model pengembangan
atau bisa pula mengombinasikan beberapa model sekaligus. Berikut ini setiap
model pengembangan paragraf itu akan dipaparkan maksudnya.
1. Pengembangan Klimaks dan Antiklimaks
Paragraf dapat dikembangkan dari
puncak-puncak peristiwa yang sifatnya kecil-kecil dan beranjak terus maju ke
dalam puncak peristiwa yang paling besar atau paling optimal, kemudian berhenti
di puncak yang paling optimal tersebut. Akan tetapi, ada pula paragraf yang
pengembangannya masih diteruskan ke dalam tahapan penyelesaian yang
selanjutnya, yakni antiklimaks.[7]
2. Pengembangan Paragraf Alamiah
Pengembangan paragraf yang berciri
alamiah didasarkan pada fakta spasial dan kronologi. Jadi, pengembangan itu harus
setia pada urutan tempat, yakni dari titik tertentu menuju titik yang tertentu
pula dalam sebuah dimensi deskripsi. Adapun yang dimaksud dengan setia pada
urutan waktu adalah bahwa pengembangan itu harus bermula dari titik waktu
tertentu dan berkembang terus sampai pada titik waktu yang selanjutnya.
Deskripsi objek tertentu, deskripsi data, dongeng, atau narasi yang lainnya,
mengadopsi model pengembangan alamiah yang demikian ini.[8][25]
3. Pengembangan Paragraf Deduksi-Induksi
Pengembangan paragraf dengan model
deduksi dimulai dari sesuatu gagasan yang sifatnya umum dan diikuti dengan
perincian-perincian yang sifatnya khusus dan terperinci. Sebaliknya yang
dimaksud dengan pengembangan paragraf dalam modl induksi adalah pengembangan
yang dimulai dari hal-hal yang sifatnya khusus, mendetail, terperinci, menuju
ke hal-hal yang sifatnya umum.[9][26]
4. Pengembangan Paragraf Analogi
Pengembangan paragraf secara
analogis lazimnya dimulai dari sesuatu yang sifatnya umum, sesuatu yang banyak
dikenal oleh publik, sesuatu yang banyak dipahami kebenarannya oleh orang
dengan sesuatu yang masih baru, sesuatu yang belum banyak dipahami publik.
Dengan cara analogi yang demikian itu diharapkan orang akan menjadi lebih mudah
dalam memahami dan menangkap maksud dari sesuatu yang hendak disampaikan dalam
paragraf itu. Jadi, tujuan dari analogi itu sesungguhnya adalah untuk
memudahkan pemahaman pembaca, sehingga sesuatu yang masih kabur, samar-samar,
bahkan mungkin sesuatu yang sangat sulit, bisa menjadi lebih mudah ditangkap
dan mudah dipahami.[10][27]
Contoh :
5. Pengembangan Paragraf Komparatif dan
Kontrastif
Sebuah paragraf dalam karangan
ilmiah juga dapat dikembangkan dengan cara diperbandingkan dimensi-dimensi
kesamaannya. Kesamaan itu bisa cirinya, karakternya, tujuannya, bentuknya, dan
seterusnya. Perbandingan yang dilakukan dengan cara mencermati dimensi-dimensi
kesamaannya untuk mengembangkan paragraf yang demikian ini dapat disebut dengan
model pengembangan komparatif. Sebaliknya, perbandingan yang dilakukan dengan
cara mencermati dimensi-dimensi perbedaannya dapat disebut dengan perbandingan
kontrastif.[11][28]
6. Pengembangan Paragraf Klasifikasi
Paragraf yang dikembangkan dengan
mengikuti prinsip klasifikasi juga akan dapat memudahkan pembaca dalam memahami
isinya. Dengan cara klasifikasi itu, maka tipe-tipe yang sifatnya khusus atau
spesifik akan dapat ditemukan. Sesuatu yang sifatnya kolosal, sangat besar,
sangat umum akan bisa sangat sulit untuk dapat dipahami oleh pembaca jika tidak
ditipekan atau diklasifikasikan terlebih dahulu. Paragraf yang dikembangkan
dengan cara yang demikian ini akan sangat memudahkan pembaca karena
kelas-kelasnya jelas, tipe-tipenya juga sangat jelas. Pengkelasan atau penipean
itu dapat dilakukan dengann bermacam-macam cara, mungkin berdasarkan kesamaan
karakternya, kesamaan bentuknya, kesamaan ciri dan sifatnya, dan selanjutnya.[12][29]
7. Pengembangan Paragraf Sebab-Akibat
Sebuah paragraf dapat dikembangkan
dengan model sebab-akibat atau sebaliknya akibat-sebab. Pengembangan paragraf
dengan cara demikian ini juga lazim disebut sebagai pengembangan yang sifatnya
rasional. Dikatakan sebagai pengembangan yang sifatnya rasional karena lazimnya
orang berpikir berawal dari sebab-sebab dan bermuara pada akibat-akibat
terlebih dahulu, kemudian beranjak masuk pada sebab-sebabnya.[13][30] Contoh :
Gelombang cinta memiliki daun yang
bergelombang, harga gelombang cinta juga tinggi. Tidak hanya itu, kepopuleran
gelombang cinta membuat orang ingin memilikinya. Tidak heran banyak orang ingin
membudidayakan gelombang cinta.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Alek dan Achmad H.P. Bahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Media Group. 2011
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika
Pressindo. 2010
Fitriany, Yuanita dan Fatya Permata Anbiya. EYD dan Kaidah Bahasa Indonesia.
Jakarta: TransMedia Pustaka. 2015
Rahardi, Kunjana. Bahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga. 2009
Faizah, Hasnah. 2009. Bahasa indonesia.
Pekanbaru: Cendekia Insani.
[8][25]
Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 129.
[9][26]
Ibid.
[10][27]
Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 129.
[11][28]
Ibid., h. 130.
[12][29]
Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 130.
[13][30]
Ibid.
Komentar
Posting Komentar